Halaman

Kamis, 14 Februari 2013

TIGA PERKARA yang Merusak



Suatu kewajaran dalam hidup pabila ada hal-hal atau perkara-perkara yang membuat hidup kita lebih baik. Pun demikian halnya terdapat hal-hal yang membuat hidup kita menjadi rusak. Teladan kita, Muhammad S.A.W. mengindikasikan ada tiga hal yang dapat merusak hidup kita dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas r.a., “Tiga perkara yang merusak, yaitu: hawa nafsu yang diperturutkan, kikir yang ditaati dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri (HR Tabrani).
            Setiap manusia dianugerahi Allah S.W.T. nafsu atau keinginan dan kecintaan terhadap hal-hal duniawi. Karena dengannya manusia menjadi berkembang dan berbudaya. Namun, pabila segala keinginan ataupun obsesi kita akan hal-hal duniawi diperturutkan, maka nafsu yang semestinya menjadi karunia berubah menjadi sesuatu yang dapat merusak hidup kita.
            Harta boleh dicari dan dimiliki, namun jangan sampai melupakan Alloh SWT seperti menghalalkan segala cara, tidak menunaikan zakat setelah memperolehnya. Kedudukan atau tahta yang diperoleh, menjadi sangat dicintainya sehingga manusia tidak mau melepaskannya. Kedudukan tersebut tidak digunakan untuk menegakkan kebenaran tetapi hanya untuk menyenangkan diri dan keluarganya. Begitu juga dengan nafsu seksual terhadap lawan jenis, yang juga diberikan Alloh kepada manusia, tidak dilarang untuk melampisakannya selama melalui jalur yang benar dan dibenarkan, dalam hal ini melalui jalur pernikahan. Tetapi ternyata banyak manusia menuruti hawa nafsu sehingga terjadi banyak perzinahan meskipun Allah sudah melarang mendekatinya.
            Jika sudah demikian, pada akhirnya secara tak sadar manusia tunduk pada hawa nafsunya sendiri sehingga menjadikannya seperti tuhan. Bila ini terjadi, maka manusia menjadi sesat, hal-hal yang semula tidak mungkin dilakukannya bahkan dibencinya malah dikerjakannya, terjadilah kemudian kasus-kasus pemerkosaan, pembunuhan, penipuan, korupsi dan perbuatan-perbuatan  hina dan keji lainnya. Firman Alloh SWT: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Alloh membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Alloh (membiarkan sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (QS: 45: 23).
            Perkara kedua yang dapat merusak hidup kita adalah kikir yang ditaati. Sifat ini muncul sebagai salah satu akibat dari sikap manusia yang terlalu cinta harta atau terlalu memperturutkan nafsunya akan harta kekayaan. Sifat kikir membuat kita akan mementingkan diri sendiri, tidak peduli kepada orang lain di sekitar kita. Sifat tersebut biasanya ditandai dengan tidak menunaikan zakat maupun kikir kepada sesama dengan tidak mau mambantu sesamanya.  Adanya sifat ini telah disinyalir dan dijanjikan ancaman oleh Allah seperti dalam firmannya: “Orang-orang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir serta menyembunyikan karunia Alloh yang diberikannya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir siksa yang menghinakan”. (QS 4:37)
            Sifat kikir menunjukkan rendahnya kualitas hubungan kita dengan sesama manusia, hablum minan-naas. Sifat kikir ini bisa menjangkiti siapa saja, bahkan orang yang ibadahnya terlihat rajin. Namun, manakala ada orang yang mengaku mukmin tetapi tetap memiliki sifat kikir, sehingga orang disekitarnya kelaparan atau kesulitan dan itu disadarinya maka ia bisa dianggap sebagai orang yang tidak pantas mengaku beriman. Rosulullah S.A.W. bersabda: “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sedang tetangga yang disisinya kelaparan, dan iapun mengetahui atau menyadarinya” (HR Tabrani dan Bazzra).
            Pernah suatu ketika terjadi musim paceklik di masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddik, Abu Bakar justru sudah tidak makan lebih dulu dari rakyatnya. Sementara Usman bin Affan membeli kebutuhan pangan dalam jumlah yang banyak dan dibagikan gratis kepada masyarakat meskipun banyak pedagang yang mau membelinya dengan harga yang lebih mahal. Kita dapat mengambil hikmah dari sirah sahabat tersebut, bahwa seharusnya kesalehan personal kita juga harus diikuti dengan kesalehan sosial. Bukankah Allah menyuruh kita untuk menyeimbangkan hablum mina-Allah dan hablum minan-naas.
            Perkara ketiga adalah membanggakan diri sendiri. Bangga diri atau ujub adalah penyakit hati yang berbahaya karena sifat ini merupakan cikal bakal lahirnya sifat sombong dan ini akan menjadi penghambat seseorang masuk surga. Membangga-banggakan diri lahir atau muncul karena ketidaktenangan jiwa kita. Seorang yang membanggakan dirinya sendiri biasanya melihat ada sesuatu yang lebih pada dirinya sehingga patut untuk dibanggakan. Padahal bila kita sadari, semuanya adalah titipan dan amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban..
            Orang ujub (bangga diri) bukan hanya mengecilkan kebesaran orang lain, tapi juga tidak menganggap Allah yang telah memberikan kenikmatan kepadanya, dia merasa apa yang dinikmatinya semata-mata karena usahanya sendiri dan tidak dikaitkannya dengan Allah. Pada akhirnya seseorang menjadi sombong yang bermula dari membanggakan dirinya, membuat dia merasa tidak punya kekurangan dan yang teramat berbahaya adalah jangankan dikoreksi dan dikritik, diberi masukan, saran dan nasehat saja tidak mau menerimanya bahkan kadang mencela yang memberi nasehat.
            Semoga kita terhindar dari ketiga sifat tersebut. Amin..

Tidak ada komentar: